Senin, 28 Oktober 2013

ANGGARAN PEMBELIAN BAHAN BAKU




Disusun Oleh :
1.                  Widiyan Apri Y                     (11.05.34.0007)
2.                  M.Dedhat.H.N                       (11.05.34.0010)



D3-Keuangan Perbankan
Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank (UNISBANK) Semarang



PENDAHULUAN
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor atau pengolahan sendiri.
Pengertian bahan baku menurut Sujadi Prawirosentono, dalam bukunya “Manajemen Produksi dan Operasi” adalah :
            “Bahan baku adalah bahan utama dari suatu produk atau barang”.
            Mulyadi dalam bukunya “Akuntansi Biaya” mengemukakan pengertian bahan baku sebagai berikut :
“Bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi”.
            Dari kedua pengertian bahan baku di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian bahan baku adalah bahan utama dari suatu produk dan membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi.
            Menurut Mulyadi dalam buku “Akuntansi Biaya” dikemukakan masalah khusus yang berhubungan dengan bahan baku, yaitu sebagai berikut :
1.      “Sisa Bahan (Scrap Materials)
2.      Produk Rusak (Spoiled Goods)
3.      Produk Cacat (Defective Goods)”







PEMBAHASAN
A.    Anggaran Pembelian Bahan Baku
Sebagaimana halnya dengan anggaran-anggaran yang lain, anggaran pembelian bahan baku tidak tersedia bentuk standar yang harus dipergunakan. Ini berarti bahwa masing-masing perusahaan mempunyai kebiasaan untuk menentukan bentuk serta formatnya, sesuai dengan keadaan perusahaan masing-masing.
Secara umun, semua anggaran, termasuk anggaran pembelian bahan baku, mempunyai tiga kegunaan pokok, yaitu sebagai pedoman kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja, serta sebagai alat pengawasan kerja, yang membantu manajemen dalam memimpin jalannya perusahaan. Sedangkan secara khusus anggaran pembelian bahan baku berguna sebagai dasar untuk menyusun anggaran biaya bahan baku dan anggaran kas.
B.     Pengertian Anggaran Pembelian Bahan Baku
Pengertian anggaran pembelian bahan baku dikemukakan oleh M. Munandar dalam bukunya “Budgeting Perencanaan kerja, Pengkoordinasian kerja, Pengawasan kerja” yaitu :
“Budget pembelian bahan mentah ialah budget yang merencanakan secara lebih terperincih tentang pembelian bahan mentah selama periode yang akan datang , yang didalamnya meliputi rencana tentang jenis (kualitas) bahan mentah yang akan dibeli, jumlah (kuantitas) bahan mentah yang akan dibeli, harga bahan mentah yang akan dibeli dan waktu (kapan) bahan mentah tersebut akan dibeli”.
Sedangkan menurut Gunawan Adisaputro dalam bukunya“Anggaran Perusahaan” pengertian anggaran pembelian bahan baku adalah sebagai berikut :
“Anggaran pembelian bahan mentah adalah anggaran yang berisi rencana kuantitas bahan mentah yang harus dibeli oleh perusahaan dalam periode waktu mendatang”.
Dari kedua pengertian anggaran pembelian bahan baku yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa nggara pembelian bahan mentah adalah anggaran yang merencanakan secara lebih terperinci tentang rencana kuantitas bahan mentah yang harus dibeli oleh perusahaan dalam periode waktu mendatang.

C.    Fungsi Anggaran Pembelian Bahan Baku
Fungsi Anggaran pembelian bahan baku antara lain:
  1. Sebagian dasar untuk menyusun anggaran biaya bahan baku, karena besarnya nilai biaya bahan baku ditentukan oleh harga beli dari bahan baku yang bersangkutan. Sedangkan harga beli tersebut terdalam anggaran pembelian bahan baku.
  2. Sebagai dasar untuk menyusun anggaran kas, karena pembelian tunai bahan baku akan mengakibatkan pengeluaran kas.
  3. Sebagai dasar untuk menyusun anggaran utang, karena pembelian kredit akan mengakibatkan bertambahnya utang perusahaan.
D.    Kegunaan anggaran pembelian bahan baku
Ada 3 kegunaan pokok anggaran pembelian bahan baku, yakni:
1.      Sebagai pedoman kerja.
2.      Sebagai alat manajemen untuk menciptakan koordinasi kerja.
3.      Sebagai alat manajemen untuk melakukan evaluasi atau pengawasan kerja.
E.     Data Dan Informasi untuk Menyusun Anggaran Pembelian Bahan Baku
        Data dan informasi yang diperlukan untuk menyusun anggaran pembelian bahan baku adalah :
1.     Rencana tentang kebutuhan barang baku untuk menjalankan proses produksi dari waktu ke waktu yang tertuang dalam anggaran kebutuhan bahan baku, khususnya tentang jenis, dan jumlah dari barang baku yang dibutuhkan. Misalkan semakin banyak jumlah satuan yang dibutuhkan, akan semakin banyak pula satuan bahan baku yang dibeli. Sebaliknya bila semakin sedikit jumlah satuan yang dibutuhkan, akan semakin sedikit pula satuan bahan baku yang dibeli
2.     Biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan pada setiap kali melakukan pembelian bahan baku (set up cost). Misalkan setiap kali perusahaan harus menaggung biaya yang besar, maka akan mendorong perusahaan untuk tidak sering melakukan transaksi pembelian. Hal ini mengakibatkan setiap kali pembelian maka perusahaan membeli dalam jumlah yang besar agar tidak menaggung kerugian. Sebaliknya bila setiap kali perusahaan menanggung biaya yang kecil, maka akan mendorong perusahaan untuk  sering melakukan transaksi pembelian. Hal ini mengakibatkan setiap kali pembelian maka perusahaan membeli dalam jumlah yang kecil.
3.     Resiko yang ditanggung oleh perusahaan yang berhubungan dengan penyimpanan bahan baku di gudang (carrying cost). Misalkan resiko simpanan tersebut besar, maka akan mendorong perusahaan untuk tidak selalu menyimpan bahan baku di gudang. Akibatnya pada setiap melakukan pembelian akan dibeli bahan baku dalam jumlah sedikit. Sebaliknya bila resiko simpanan tersebut kecil, maka akan mendorong perusahaan untuk selalu menyimpan bahan baku yang banyak di gudang. Akibatnya pada setiap melakukan pembelian akan dibeli bahan baku dalam jumlah banyak.
4.     Fluktuasi harga beli bahan baku di waktu-waktu yang akan datang. Misalkan ada kecenderungan bahwa harga beli bahan baku terus naik, maka akan mendorong perusahaan untuk segera melakukan pembelian bahan baku dalam jumlah yang banyak selagi harga belum naik teralu tinggi. Sebaliknya bilamana ada kecenderungan harga beli bahan baku akan terus turun maka perusahaan akan melakukan pembelian dalam jumlah yang sedikit demi sedikit. 
5.     Tersedia bahan baku di pasar. Misalkan bahan baku tidak selalu tersedia di pasar pada sepanjang tahun maka akan mendorong perusahaan untuk segera melakukan pembelian bahan baku dalam jumlah banyak, selagi masih banyak tersedia di pasar. Begitu pun dengan sebaliknya.
6.     Tersedianya modal kerja. Misalkan perusahaan memiliki modal kerja yang cukup, maka akan meberikan kemungkinan untuk melakukan pembelian bahan baku dalam jumlah banyak. Sebaliknya bila modal kerja yang tersedia terbatas, maka perusahaan hanya akan melakukan pembelian bahan baku dalam jumlah yang sedikit.
7.     Kebijakan perusahaan di bidang persediaan bahan baku (inventory policy). Kebijakan ini pada dasarnya bahan baku yang dibeli akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan proses produksi dan untuk cadangan persediaan yang disimpan dalam gudang. Misalkan perusahaan menetapkan  persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak maka akan mendorong melakukan pembelian dalam jumlah yang banyak pula. Sebaliknya bila persediaan bahan baku dalam jumlah yang sedikit maka akan mendorong melakukan pembelian dalam jumlah yang sedikit.Kebijakan yang mempengaruhi bahan baku adalah :
  1. Fluktuasi produksi dari waktu ke waktu selama periode yang akan datang yang tertuang dalam budget unit yang akan diproduksi. Untuk menghadapi jumlah produksi yang meningkat, diperlukan persediaan bahan baku dalam produksi yang banyak. Sedangkan bila menghadapi jumlah produksi yang akan menurun, hanya akan diperlukan persediaan bahan baku dalam jumlah yang sedikit.
  2. Fasilitas penyimpanan yang tersedia. Bila fasilitas penyimpan yang tersedia cukup banyak, maka akan menggunakan penetapan kebijakan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak pula. Sebaliknya bila fasilitas yang tersedia terbatas maka persediaan bahan baku ditetapkan dalam jumlah yang sedikit.
  3. Modal kerja yang tersedia. Bila modal kerja yang tersedia cukup banyak, maka akan memungkinkan penetapan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak pula. Sebaliknya bila modal kerja yang tersedia terbatas, maka persediaan bahan baku ditetapkan dalam jumlah yang sedikit.
  4. Biaya simpan bahan baku (carrying cost) yaitu biaya-biaya yang harus ditanggung  oleh perusahaan karena menyimpan bahan baku, seperti sewa gedung, biaya perawatan barang yang disimpan, biaya modal yang tertanam dalam barang yang disimpan. Misalkan biaya simpan murah. maka akan memungkinkan penetapan kebijakan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya bila biaya simpan mahal, maka persediaan bahan baku ditetapkan dalam jumlah sedikit.
  5. Resiko simpan bahan baku, yaitu kerugian yang timbul dan harus ditanggung oleh perusahan karena menyimpan bahan baku seperti rusak, kualitas turun,barang ketinggalan jaman, dll.
  6. Tingkat perputaran bahan baku (inventory turn over) diwaktu-waktu  yang lalu. Misalnya: di waktu-waktu yang lalu tingkat perputaran persediaan bahan baku rendah, maka akan mendorong penetapan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya, bilamana tingkat perputaran persediaan bahan baku tinggi, maka akan mendorong penetapan persediaan bahan baku  dalam jumlah yang sedikit.
  7. Lamanya tenggang waktu antara bahan menah dipesan (dibeli) dengan bahan baku tersebut benar-benar telah dikirim dan tiba di gudang perusahaan (lead time). Bila tenggang waktunya lama, maka ditetapkan persediaan bahan baku dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya tenggang waktunya singkat, maka akan ditetapkan persediaan bahan baku dalam jumlah sedikit.

F.     Menentukan Jumlah pembelian
Hal yang perlu selalu dipikirkan oleh perusahaan selain besarnya kebutuhan juga besarnya (jumlah) bahan baku setiap kali dilakukan pembelian, yang menimbulkan biaya paling rendah tetapi tidak mengakibatkan kekurangan bahan baku. Ada banyak metode untuk menentukan jumlah pembelian antara lain
  • LOL yaitu Lot for Lot. Jumlah pembelian sebesar jumlah kebutuhan bersih
Perhitungan bahan baku untuk satu periode ditentukan dengan :
Persediaan bahan akhir                                    xxxx
kebutuhan bahan baku untuk produksi            xxxx (+)
jumlah kebutuhan                                           =xxxx
persediaan awal                                                xxxx (-)
pembelian bahan baku                                   = xxxx
  • EOQ yaitu jumlah pembelian sebesar jumlah yang meminimumkan biaya persediaan.
G.    Pertimbangan Pembelian Bahan Baku
Dalam pembelian bahan baku  perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.      Jenis bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.
2.      Jumalah yang harus dibeli.
3.      Harga per-satuan bahan baku.
Anggaran Persediaan Bahan Baku merupakan suatu perencanaan yang terperinci atas kuantitas bahan baku yang disimpan sebagai persediaan.
Pada penyusunan anggaran kebutuhan bahan baku dan anggaran pembelian bahan baku, tampak bahwa masalah nilai persediaan awal dan persediaan akhir bahan baku selalu diperhitungkan. Setiap perusahaan dapat mempunyai kebijaksanaan dalam menilai persediaan yang berbeda. Tetapi pada dasarnya kebijaksanaan tentang penilaian persediaan dapat dikelompokkan menjadi:
a.       Kebijaksanaan FIFO (First In First Out).
        Kebijaksanaan  FIFO, bahan baku yang lebih dahulu digunakan untuk produksi adalah bahan baku yang lebih dahulu masuk di gudang, sehingga sering pula diterjemahkan ”pertama masuk pertama keluar”. Dengan kata lain, penilaian bahan baku di gudang nilainya diurutkan menurut urutan waktu pembeliannya.
b.      Kebijaksanaan LIFO (Last In First Out).
        Kebijaksanaan  LIFO adalah harga bahan baku yang masuk ke gudang lebih akhir justru dipakai untuk menentukan nilai bahan baku yang digunakan dalam produksi, meskipun pemakaian fisik tetap diurutkan menurut urutan pemasukannya.
Besarnya bahan baku yang harus tersedia untuk kelancaran proses produksi tergantung :
1.      Volume produksi selama satu periode waktu tertentu. ( dapat dilihat pada anggaran biaya produksi).
2.      Volume bahan baku minimal , yang disebut safety stock ( persediaan besi).
3.      Besarnya pembelian yang ekonomis (economical order quantity).
4.      Estimasi tentang naik turunya harga bahan baku pada waktu mendatang.
5.      Biaya penyimpanan dan pemeliharaan bahan baku.
6.      Tingkat kecepatan bahan baku menjadi rusak.
H.    Persediaan Besi (safety stock)
Persediaan Besi (safety stock) adalah persediaan minimal bahan baku yang harus dipertahankan untuk menjamin kelangsungan proses produksi. Persediaan besi ditentukan oleh :
  1. Kebiasaan leveransir menyerahkan bahan baku yang dipesan apakah selalu tepat waktu atau tidak. Bila leveransir selalu tepat menyerahkan pesanan kita maka resiko kehabisan bahan baku relative kecil, sehingga persediaan besi tidak perlu terlalu besar. Sebaliknya biaya bahan baku yang dipesan, maka resiko kehabisan bahan baku relative besar, sehingga perlu persediaan besi yang cukup besar pula.
  2. Jumlah bahan baku yang dibeli setiap kali pemesanan.  Jumlah bahan baku yang dibeli besar berarti persediaan rata rata di atas safety stock besar pula, sehingga resiko kehabisan bahan baku relative kecil.
  3. Dapat diperkirakan atau tidak kebutuhan bahan baku secara tepat. Bagi perusahaan yang dapat memperkirakan jumlah kebutuhan bahan baku secara tepat, maka resiko kehabisan bahan baku kecil (karena bahan baku yang dibutuhkan sudah disediakan sepenuhnya).
  4. Perbandingan antara biaya penyimpanan bahan baku dan biaya extra karena kehabisan bahan baku. Biaya penyimpanan tampak besar daripada biaya extra akibat kehabisan bahan baku maka tidak perlu adanya persediaan besi yang terlalu besar


Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor atau pengolahan sendiri.
Budget pembelian bahan mentah ialah budget yang merencanakan secara lebih terperincih tentang pembelian bahan mentah selama periode yang akan datang , yang didalamnya meliputi rencana tentang jenis (kualitas) bahan mentah yang akan dibeli, jumlah (kuantitas) bahan mentah yang akan dibeli, harga bahan mentah yang akan dibeli dan waktu (kapan) bahan mentah tersebut akan dibeli
Ada 3 kegunaan pokok anggaran pembelian bahan baku, yakni:
1.      Sebagai pedoman kerja.
2.      Sebagai alat manajemen untuk menciptakan koordinasi kerja.
3.      Sebagai alat manajemen untuk melakukan evaluasi atau pengawasan kerja.

Kamis, 14 Februari 2013

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH


PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH
Pada hari ini, Kamis, tanggal sepuluh bulan Juli tahun dua ribu delapan, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
  1. Slamet Waluyo, PNS, bertempat tinggal di Perumnas Blok K No.14, Desa Aselole Kecamatan Gunung Agung Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah, dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak Pertama
  2. Nor Pandi, swasta, bertempat tinggal di Jl.Masjid  No 24, Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut juga sebagai Pihak Kedua
Kedua belah pihak dengan ini menerangkan bahwa Pihak Pertama menjual kepada Pihak Kedua berupa bangunan dan tanah yang berdiri diatas Sertifikat Hak Milik No 013/HM/2005 yang terletak di Vila Mahkota Pesona Blok ii3 No.14, Desa Bojong Kulur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat
Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian ini dengan syarat-syarat sebagai berikut
Pasal 1 Perpindahan Kepemilikan
  1. Perjanjian jual beli ini berlaku lima hari setelah ditandatanganinya perjanjian ini dan akan berakhir setelah rumah berpindah status kepemilikannya kepada pihak kedua.
  2. Proses perpindahan kepemilikan rumah akan diurus oleh pihak kedua berikut tanggungan yang timbul dan pihak pertama hanya akan membantu kelancaran kepengurusan saja.
  3. Perpindahan kepemilikan hanya akan diproses setelah semua kewajiban pihak kedua dipenuhi.
Pasal 2 Nilai Jual Bangunan dan Tanah
  1. Rumah dijual seharga Rp 80.000.000
  2. Uang muka penjualan rumah adalah sebesar Rp 20.000.000 yang harus sudah dibayar oleh Pihak Kedua ke rekening yang ditunjuk oleh Pihak Pertama pada saat ditandatanganinya perjanjian ini
  3. Pembayaran berikutnya akan dilakukan pada setiap awal bulan sebelum tanggal 15 sebesar Rp 1.000.000 sebanyak 60 kali ke rekening yang ditunjuk Pihak Pertama
  4. Pembayaran dianggap lunas bila pembayaran sudah mencapai nilai jual yang telah disepakati
Pasal 3 Keterlambatan Bayar
  1. Keterlambatan pembayaran dari tanggal pada pasal 2 butir (3) akan dikenakan denda sebesar Rp 25.000
  2. Percepatan pembayaran tidak mengurangi nilai kewajiban yang harus dibayar oleh pihak kedua.
Pasal 4 Gagal Bayar
1.     Apabila karena satu dan lain hal terjadi gagal bayar maka akan dianggap sebagai sewa kontrak rumah dengan nilai Rp 400.000 per bulan dan semua uang pembayaran akan dikembalikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua setelah dikurangi seharga nilai kontrak rumah, nilai kerusakan bangunan bila ada dan kewajiban-kewajiban yang lain pada Pasal 5 butir (2)
2.     Pihak Kedua harus menyerahkan kembali rumah dalam keadaan kosong dan terpelihara kepada Pihak Pertama dan Pihak Pertama tidak berkewajiban untuk menyediakan sarana penampungan guna menampung keperluan dan barang-barang dari Pihak Kedua
Pasal 5 Kewajiban-Kewajiban Lain
1.     Pihak Pertama wajib membayar iuran Pajak Bumi dan Bangunan sampai proses pemindahan kepemilikan selesai
2.     Pihak Kedua wajib membayar iuran listrik rumah dan iuran warga setempat
3.     Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk mengubah fungsi serta peruntukkan sebagai rumah tinggal sampai pembayaran dianggap lunas
Pasal 6 Lain-lain
  1. Pihak Kedua atas tanggungan sendiri dapat melakukan perubahan pada rumah yang tidak akan mengubah konstruksi dan NJOP dan tambahan tersebut harus merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menjadi milik Pihak Pertama
  2. Perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir (1) harus dengan ijin tertulis dari Pihak Pertama
  3. Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa selama masa perjanjian ini berlaku, Pihak Kedua tidak akan mendapatkan tuntutan dan atau gugatan dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak atas tanah dan rumah tersebut
  4. Pihak kedua akan mendapatkan hak kepemilikan secara penuh apabila pembayaran telah dinyatakan lunas
  5. Segala kerusakan kecil maupun besar dari rumah tersebut menjadi tanggungan sepenuhnya dari Pihak Kedua tanpa kecuali
  6. Segala ketentuan yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur selanjutnya dalam addendum/amandemen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian ini dan akan diputuskan secara bersama
  7. Apabila terjadi sengketa atas isi dan pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak akan menyelesaikannya secara musyawarah
  8. Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak berhasil, maka kedua belah pihak sepakat untuk memilih domisili hukum dan tetap di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabupaten Bogor
Demikian perjanjian in disetujui dan dibuat serta ditanda tangani oleh kedua belah pihak dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak serta dibuat dalam rangkap dua bermateri cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Semoga ikatan perjanjian ini membawa berkah bagi semua pihak.

Pihak Pertama                                                               Pihak Kedua



Restuning Widiasih                                                          Anjung Darajat

Saksi


1. Saffan Firdaus                                                         2. Rafa Azka

MAKALAH JUMLAH UANG BEREDAR


MAKALAH
EKONOMI MONETER
“JUMLAH UANG BEREDAR”


Disusun oleh :
Nama : Widiyan Apri Yulafiv
             Nim : 11.05.34.0007

D3 KEUANGAN DAN PERBANKAN
UNIVESITAS STIKUBANK (UNISBANK)
SEMARANG



KATA PENGANTAR

Terima kasih,mungkin hanya sepatah kata ini yang saya katakan kepada tuhan yang maha esa karena berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah ini.yaitu tentang jumlah uang beredar . Pada sempatan ini, ijikan saya selaku penulis mengucapkan rasa terimakasih saya kepada teman-teman saya yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini, baik dari proses penyusunan, pengetikan, sampai akhirnya makalah ini bisa selesai. Akhirnya saya selaku penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran, ataupun kritikan yang bersifat membangaun, yang pada intinya sangat berguna untuk menyempurnakan penulisan makalah selanjutnya, dan semoga makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan baru bagi pembacanya




                                                                                                                   
                                                                                  Semarang, 18 Desember 2012


DAFTAR ISI


KATA PENGATAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
1.2    Perumusan Masalah
BAB II DASAR TEORI
2.1  Pengendalian Jumlah Uang Beredar (JUB)  
2.2  Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB)                                                                   
2.3  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar                                            
2.4  Berbagai Kebijakan Pemerintah Dalam Mempengaruhi Jumlah Uang                                                 Beredar                                   
BAB III DATA JUMLAH UANG BEREDAR
3.1  Tabel Jumlah Uang Beredar
BAB IV PEMBAHASAN
1.1    Kebijakan Moneter Pemerintah Untuk Menstabilkan Jumlah Uang Beredar                  
1.2    Peningkatan Uang Beredar Untuk Efek Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pada Tingkat Intereste dan Output
BAB V PENUTUP
5.1  Kesimpulan
5.2  Saran




BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
     Setiap tahun uang yang beredar di masyarakat terus mengalami peningkatan, rata-rata 11%-12% per tahun. Peningkatan peredaran uang tersebut, di antaranya terjadi seiring pertumbuhan ekonomi masyarakat dan meningkatnya Pendapatan Domestik Rasio Bruto Indonesia. Direktur Departemen Pengedaran Uang Bank Indonesia, Wijayanti Yuwono mengatakan, peredaran uang keluar (outflow) mayoritas berada di wilayah Jabodetabek, dengan kontribusisekitar 30% lebih dari total outflow secara nasional.
    Di bulan Oktober, dari total outflow nasional sebanyak Rp 33 triliun. Di wilayah Jabodetabek, outflow mencapaiRp 10 triliun, disusul kota-kota besar lain diIndonesia, seperti Medan, Padang, Palembang, dan Semarang, dengan jumlah outflow rata-rata berkisar antara Rp 1 triliun hingga Rp 3 triliun. “ Khusus untuk Kota Semarang, outflow di bulan Oktober mencapaiRp 2,7 triliun. Pada akhir tahun ,tren peredaran uang diprediksi lebih tinggi ketimbang bulan biasa, di luar masa menjelang Lebaran,” sebutnya, baru-baru ini.
    Lonjakan outflow ini, kata Wijayanti, dipicu meningkatnya konsumsi masyarakat, korporasi, dan pemerintah di masa tutup buku. Ia menambahkan, pengalaman di tahun-tahun sebelumnya selalu menunjukkan tren peningkatan outflow di akhir tahun. Peningkatan itu karena perayaan Natal dan Tahun Baru, diskon akhir tahun, pembayaran bonus karyawan perusahaan, dan realisasi proyek pemerintah.
    “Di akhir tahun 2011 lalu, outflow Bank Indonesia mencapai Rp 50 triliun atau meningkat 150% dibanding bulan biasa sebelumnya yang mencapai rata-rata sebesar Rp 20 triliun. Sampai saat ini, secara kumulatif bulan Januari-Oktober, uang yang beredar mencapaiRp 396,5 triliun,” imbuhnya. Dari jumlah tersebut, 85%-nya merupakan uang kartal di luar bank sentra atau dipegang masyarakat dan perbankan. (Bud/Mel)

    Berdasarkan uraian diatas maka sangat menarik untuk diamati mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar, terutama adanya sistem moneter dan perbankan di Indonesia.

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah-masalah di bahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Kebijakan Moneter Pemerintah Untuk Menstabilkan Jumlah Uang Beredar
2.      Peningkatan Uang Beredar Untuk Efek Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pada Tingkat Intereste dan Output






BAB II
DASAR TEORI

2.1  Pengendalian Jumlah Uang Beredar (JUB)
     Pengendalian terhadap JUB, merupakan kebijakan yang sangat esensial berkaitan dengan perekonomian suatu negara. Pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan, merupakan ‘aktor’ utama yang bertanggung jawab terhadap JUB di Indonesia. Namun demikian, kebijakan pemerintah dalam mengendalikan JUB ini tidak terlepas dari pelaku-pelaku lain dalam proses penciptaan uang beredar, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 85)
a.       bank-bank umum (atau sektor perbankan), dan
b.      masyarakat umum
    Jumlah uang beredar, baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas, senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Ia bisa membesar (ekspansif) atau mengecil (kontraktif), hal ini tergantung dari kebutuhan perekonomian. Tujuan pengendalian uang beredar ini tidak lain adalah untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang sifatnya stabil dan tidak terlampau tinggi.
    JUB yang terlalu besar, seperti pernah terjadi pada tahun 80-an, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan 1983 dan ditambah dengan kebijakan deregulasi 1988 (Pakto 1988), dampaknya juga tidak baik terhadap perekonomian jangka panjang. Kebijakan uang longgar (easy money) ketika itu, telah mengakibatkan aktivitas konomi yang terlampau tinggi (overheated), yang cenderung mendorong laju inflasi. Untuk mengurangi JUB ketika itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dikenal dengan "gebrakan Sumarlin". Dalam rangka absorpsi rupiah tersebut oleh Bank Indonesia, pemerintah menaikkan tingkat suku bunga deposito sampai 24% per tahun. Dan hal ini memang terbukti ampuh dalam mengurangi JUB.
2.2  Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB)
 Ada sebagian ahli yang mengkalifikasikan jumlah uang beredar menjadi dua, yaitu:
1.      jumlah uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), yang terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
2.      uang beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), yang terdiri dari M1 ditambah dengan deposito berjangka (time deposit).
    Sementara ahli lain menambahkan dengan M3, yang terdiri dari M2 ditambah dengan semua deposito pada lembaga-lembaga keuangan non bank. Dalam tulisan ini, jumlah uang beredar dibedakan menjadi dua yaitu uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang beredar dalam arti luas (M2).
    Namun sebelum menguraikan uang beredar dalam arti sempit dan luas tersebut, penting dijelaskan disini tentang uang primer atau uang inti (reserve money), yang dinotasikan dengan M0. Uang inti merupakan cikal-bakal lahirnya uang kartal dan uang giral.
Uang Primer atau Uang Inti (M0)
    Uang primer atau uang inti atau reserve money (Insukindro, 1994, hal: 76) merupakan kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia), yang terdiri atas uang kartal yang berada di luar Bank Indonesia dan Kas Negara, dan rekening giro Bank Pencipta Uang Giral (BPUG) dan sektor swasta (perusahaan maupun perorangan) di Bank Indonesia.
    Dengan demikian, uang kartal yang dipegang pemerintah, dalam bentuk kas pemerintah atau kas negara, dan simpanan giral pemerintah pada Bank Indonesia, tidak termasuk sebagai komponen dari uang primer.
Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
    Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan sebagai uang kartal.
    Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
    Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan.
    Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian.
2.3  Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar.
    Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dasar terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti atau uang primer. Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi oleh besarnya uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97)


1.      Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit);
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
2.      Keadaan APBN (surplus atau defisit);
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus, maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang beredar semakin kecil.
3.      Perubahan kredit langsung Bank Indonesia;
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina, dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
4.      Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Sebagai banker’s bank, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri, kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang beredar.
2.4  Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar.
Secara garis besar terdapat dua jenis kebijakan yang dilakukan pemerintah (Bank Indonesia dan Departemen Keuangan) dalam mengendalikan jumlah uang beredar, yaitu:
a.       kebijakan moneter; dan
b.      fiskal.
·         Kebijakan Moneter
    Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yang dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Kebijakan moneter kuantitatif , yang meliputi:
a.       Poltik Pasar Terbuka
    BI mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara jual beli surat-surat berharga. BI mempunyai instrumen yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar dalam masyarakat terlalu besar, maka BI dapat menjual SBI kepada masyarakat (bank-bank umum). Apabila bank umum membeli SBI artinya ada uang yang tersedot ke pemerintah (BI), yang berarti jumlah uang beredar berkurang.
b.      Politk Diskonto dan bunga pinjaman.
    BI dapat membeli surat-surat berharga bank-bank umum yang tingkat likuiditasnya tinggi, dengan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh BI. BI juga bisa memberikan pinjaman kepada bank-bank umum, yang artinya terjadi penambahan jumlah uang beredar. BI dapat juga menaikkan bunga pinjaman kepada bank-bank umum, maka bank umum akan mengurangi jumlah pinjamannya dari bank Indonesia.
c.       Politik merubah cadangan minimal bank-bank umum pada BI
    Setiap bank umum wajib mempunyai cadangan di BI dan jumlahnya ditetapkan oleh BI. Istilahnya adalah reserve requirement. Apabila Bank Indonesia menaikkan tingkat cadangan minimal bank-bank umum, katakanlah dari 10% menjadi 15%, maka hal ini akan mengurangi jumlah uang beredar, karena semakin besarnya modal bank-bank umum yang harus disimpan di BI.
2.      Kebijakan moneter kualitatif, yang meliputi:
a.       Pengawasan pinjaman secara selektif
    Bank sentral mengawasi pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum, agar bank-bank umum selektif dalam memberikan kredit kepada debitur.
b.      Pembujukan moral
    Bank sentral mengadakan pertemuan langsung dengan pimpinan bank-bank umum untuk meminta langkah-langkah tertentu dalam rangka membantu kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah. Melalui pembujukan moral ini, bak\nk sentral dapat meminta bank-bank umum untuk menambah atau mengurangi pinjaman di semua sektor atau hanya di sektor-sektor tertentu saja. Ataupun membuat perubahan-perubahan tingkat bunga yang mereka tetapkan.
·         Kebijakan Fiskal (Pajak)
    Kebijakan ini juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar, yaitu melalui pajak. Apabila pemerintah, dalam hal ini Departemen Keuangan, memperluas objek pajak, berarti akan lebih banyak uang yang tersedot ke pemerintah. Dalam hal ini berarti jumlah uang beredar menjadi berkurang. Demikian pula misalnya ketika pemerintah menaikkan pajak kendaraan bermotor pada tahun 1999 sebesar kurang lebih 100%, hal ini berarti terjadi penyerapan (absorbsi) uang yang beredar.





                         BAB III 

                DATA JUMLAH UANG BEREDAR


3.1 Tabel Jumlah Uang Beredar





Akhir Periode
Uang Kartal
Uang Giral
Jumlah (M1)
Uang Kuasi
Surat Berharga Selain Saham
Jumlah (M2)

2012














Januari
286.242
410.082
696.323
2.145.246

13.409
2.854.978

Februari
280.103
403.150
683.253
2.150.808

15.735
2.849.796

Maret
287.046
427.212
714.258
2.182.891
14.771
2.911.920

April
290.861
430.064
720.924
2.190.885
15.450
2.927.259

Mei
294.768
454.682
749.450
2.227.527
15.081
2.992.057

Juni
314.670
464.746
779.416
2.254.329
16.610
3.050.355

Juli
315.375

456.417
771.792
2.270.112
12.932
3.054.836

Agustus
327.059
445.370
772.429
2.304.474
12.108
3.089.011

September
325.566
469.952
795.518
2.318.559
11.457
3.125.533

Oktober
332.842
448.864
781.706
2.375.380
10.640
3.167.726
2011














Januari
247.481
356.688
604.169
1.822.268
10.242
2.436.679


Februari
245.327
340.563
585.890
1.823.771
10.530
2.420.191


Maret
241.618
338.984
580.601
1.862.788
7.968
2.451.357


April
252.013
332.621
584.634
1.841.377
8.468
2.434.478


Mei
254.066
357.725
611.791
1.853.915
9.580
2.475.286


Juni
261.504
374.702
636.206
1.876.446
10.131
2.522.784


Juli
275.437
364.251
639.688
1.914.444
10.424
2.564.556


Agustus
324.725
338.081
662.806
1.943.770
14.770
2.621.346


September
279.224
376.872
656.096
1.973.573
13.663
2.643.331


Oktober
281.341
383.659
665.000
1.999.733
12.472
2.677.205


November
279.066
388.521
667.587
2.047.205
14.746
2.729.538


Desember
307.760
415.231
722.991
2.139.840
14.388
2.877.220

2010

260.227
345.184
605.411
1.856.720
9.075
2.471.206


Januari
211.811
284.716
496.527
1.570.059
7.274
2.073.860


Februari
211.708
278.376
490.084
1.568.632
7.765
2.066.481


Maret
205.083
289.378
494.461
1.611.373
6.249
2.112.083


April
211.390
283.327
494.718
1.615.203
6.103
2.116.024


Mei
214.695
299.310
514.005
1.622.981
6.248
2.143.234


Juni
222.828
322.577
545.405
1.680.374
5.365
2.231.144


Juli
228.239
311.507
539.746
1.672.443
5.400
2.217.589


Agustus
241.166
314.328
555.495
1.676.517
4.448
2.236.459


September
229.825
320.117
549.941
1.720.039
4.975
2.274.955


Oktober
235.709
319.840
555.549
1.747.976
5.321
2.308.846


November
238.500
332.837
571.337
1.769.654
6.816
2.347.807


Desember
260.227
345.184
605.411
1.856.720
9.075
2.471.206

2009

226.006
289.818
515.824
1.622.055
3.504
2.141.384

2008

209.747
247.040
456.787
1.435.772
3.279
1.895.839

2007

182.967
267.089
450.055
1.196.119
3.487
1.649.662

2006

150.654
196.359
347.013
1.032.865
2.615
1.382.493

2005

123.991
147.149
271.140
929.343
2.280
1.202.762

2004

109.028
136.918
245.946
785.261
2.670
1.033.877

2003

94.333
119.451
213.784
728.788
1.794
944.366








BAB IV
PEMBAHASAN

Jumlah uang beredar merupakan bagian dari ekonomi moneter yang berpengaruh besar pada perekonomian indonesia. Sesuai  judul makalah ini, pembahasan meliputi kebijakan moneter pemerintah untuk menstabilkan jumlah uang beredar, dan peningkatan uang beredar untuk efek jangka pendek dan jangka panjang pada tingkat intereste dan output.
4.1  Kebijakan Moneter Pemerintah Untuk Menstabilkan Jumlah Uang Beredar   
    Ada 2 kebijakan moneter yaitu:
·         Kebijakan Moneter Ekspansif
Suatu kebijakan untuk menambah jumlah uang beredar
·         Kebijakan Moneter Kontraktif
Suatu kebijakan untuk mengurangi jumlah uang beredar atau disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
 Ada beberapa cara untuk melakukan kebijakan moneter diantaranya :
  • Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah
  • Diskonto
Diskonto adalah pengaturan jumlah uang beredar dengan memainkan tingkat bunga sentral pada bank umum
  • Rasio Cadangan Wajib
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemeritah 
          
4.2  Peningkatan Uang Beredar Untuk Efek Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pada Tingkat Intereste dan Output
Dalam jangka pendek, kenaikan jumlah uang beredar akan mendorong suku bunga turun sebagai uang fluktuasi permintaan mengubah keinginan rakyat untuk aset likuid dan dengan demikian harga dan tingkat pengembalian obligasi.
Dalam perekonomian terbuka di mana bunga paritas antar negara harus dilestarikan nilai tukar akan meningkat (depresiasi mata uang) dalam rangka menciptakan harapan bahwa itu akan jatuh lebih cepat di masa mendatang. Peningkatan nilai tukar membuat barang-barang dalam negeri lebih menarik, sehingga meningkatkan baik asing dan permintaan domestik untuk barang produksi dalam negeri. Hal ini kemudian mendorong pertumbuhan output.

Dalam jangka panjang hal itu akan tergantung pada apakah peningkatan jumlah uang beredar dianggap permanen atau sementara. Kecuali perubahan adalah efek permanen dalam jangka panjang tidak akan terasa. Jika perubahan IS permanen, berikut akan terjadi:

- Seiring dengan peningkatan jumlah uang beredar, efek jangka pendek yang dijelaskan di atas akan berarti output yang didorong di atas permukaan alamnya.
- Namun, sebagai output berada di atas tingkat alamiah, ini berarti bahwa para pekerja dan mesin bekerja lembur
- Ini meningkatkan biaya perusahaan sebagai pekerja menuntut upah yang lebih tinggi, mesin memerlukan perawatan lebih dll ..
- Seperti meningkatkan biaya, begitu juga harga
- Dengan kenaikan harga, permintaan agregat ditekan ke bawah
- Seperti kenaikan harga dalam jangka panjang, jumlah uang beredar riil juga berkurang dari waktu ke waktu

Sangat menarik untuk dicatat perilaku nilai tukar di sini. Dalam jangka pendek meningkat karena peningkatan jumlah uang beredar, tetapi kemudian menurun dalam jangka panjang sebagai pasokan uang riil berkurang oleh kenaikan harga dari waktu ke waktu. Namun itu tidak akan kembali ke level aslinya. Ini akan lebih tinggi dengan persentase yang sama seperti jumlah uang beredar telah meningkat.



BAB V

PENUTUP


5.1 Kesimpulan

    Tidak ada subjek lain di bidang ekonomi telah dipelajari lagi atau lebih intensif daripada masalah uang. Hasilnya adalah jumlah unga beredar sangat berpengaruh besar pada perekonomian dan peningkatan jumlah uang beredar dalam jangka panjang atau jangka pendek sangat mepengaruhi perekonomian secara langsung dan kebijakan moneter pemerintah yang dapat menstabilkan jumlah uang beredar untuk menjaga perekonomian agar tetap berjalan baik

5.2  Saran

    Dengan adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk mejadikan keinginan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Maklah ini sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.